![]() |
Sungai Bersih Tanggung Jawab Bersama |
Siang itu,
selasa 28 Agustus 2018 beberapa hari yang lalu, saya menuju Kelurahan Pasir
Gintung, Kecamatan Tanjung Karang Pusat guna keperluan melihat obyek secara
langsung yang akan saya amati. Melalui
Jalan Pulau Pisang tampak terlihat sebuah pemukiman di atas perbukitan.
Terlihat padat dan rapat. Saya terus berjalan sembari melihat suasana sekitar
dan sampai di sebuah jembatan kecil. Saya berhenti sejenak untuk mengamati
sungai kecil yang memisahkan antara letak pasar dengan pemukiman.
Sungai
dengan debit air yang kecil karena kemarau, tapi memunculkan aroma yang tak
sedap. Karena terlihat di sepanjang badan sungai banyak sampah yang dibuang. Melihat
persis di bawah jembatan ada sekarung jengkol busuk. Sepertinya jengkol yang
sudah tidak layak jual. Di seberang jembatan mata saya tertuju pada seorang ibu
yang sedang membuka jendela rumahnya sedang membawa plastik warna hitam,. Tanpa
malu ibu itu membuang bungkusan plastik ke sungai. Begitu pula dengan mamang
penjual rujak. Sambil mengiris buah, dia membuat sampahnya ke sungai. Ironi,
sungai yang seharusnya menjadi indah menjadi tempat pembuangan sampah.
Permasalahan
di pemukiman padat penduduk yang tinggal di bantaran sungai adalah soal
sanitasi. Sanitasi dan air bersih menjadi
isu penting dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG #6) dan pemerintah
Indonesia sungguh serius dalam mengupayakan sanitasi yang aman melalui
Peraturan Presiden No 59/2017, Pemerintah telah berkomitmen untuk mendukung
tercapainya tujuan SDGs.
Memiliki Jamban Saja tidak Cukup
Teh nani
salah satu penduduk Pasir gintung yang saya temui mengatakan, ‘’untuk kebutuhan
air minum mereka membeli air galon isi ulang, yang di dapatkannya di bawah. Istilah
mereka ketika ingin turun membeli air. Sedangkan untuk keperluan Mandi Cuci
Kakus (MCK) menggunakan air sumur dari salah seorang penduduk yang memiliki
sumur bor sendiri, dengan mengalirkan air dengan menggunakan paralon. Perhari mengeluarkan
biaya empat ribu rupiah. Sayangnya dirumahnya tidak ada septic tank.’’
Penampung tinja.
Rumah yang sempit dan lahan yang sudah tidak ada lagi. Lalu dibuang kemanakah
tinjanya? Buangan saluran tinja dialirkan ke sungai. Ini dapat dilihat dari
banyaknya paralon yang menjorok ke sungai.
Seperti halnya
dengan Ibu Umiyati. Seorang janda berusia 70 tahun yang tinggal di Pasir
gintung sejak lahir ini mengatakan aliran kotoran pembuangan atau tinja
dialirkan di sungai, yang kebetulan memang dekat dengan rumahnya.
Memiliki jamban
saja tidaklah cukup aman. Menurut I Ketut dari SNV memiliki jamsan saja
tidaklah cukup. Menurutnya 5 komponen utama untuk sanitasi aman adalah Jamban,
penampung Tinja/Tangki Deptik, Penyedotan dan Pengangkutan, Pengolahan Lumpur
Tinja dan pembuangan dan pemanfaatan kembali. Jamban merupakan komponen utama
sanitasi dasar. Syarat menurut SNI jamban harus dilengkapi dengan pijakan dan
leher angsa, serta tertutup yang bersih dan nyaman. Penampung tinja harus kedap
seluruhnya sesui SNI No 03-2398-2002. Penyedotan tinja dilakukan setiap
maksimal 3 tahun sekali dan diangkut secara aman ke IPLT ( Instalasi Pengolahan
Lumpur Tinja). Tidak hanya sampai disitu, pengolahan tinja juga harus
diperhatikan. Pengolahan lumpur tinja diolah secara aman sebelum dibuang dan
digunakan kembali.
Berdasarkan informasi
dari STBM SMART (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang dapat diakses melalui
Play Store, saat ini Akses sanitasi Kota Bandar Lampung mencapai 91,32%. Artinya
ada sekitar 8,68 % penduduk Kota Bandar Lampung yang masih Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Ada sekitar 8 Desa yang masih berperilaku ODF (Open Defecation Free). Berdasarkan data Bapeda Kota Bandar Lampung kelurahan Pasir
Gintung termasuk dalam Proyek jangka pendek layanan sanitasi. Seperti misi
sanitasi kota Bandar lampung “ Mewujudkan sanitasi Kota yang efektif,
berkualitas dan berkelanjutan menuju Kota Bandar Lampung sehat 2020)
Ubah Sungai Menjadi Halaman Depan Rumah
Saya jadi
teringat kondisi sungai di Jepang. Saat ini sungai di Jepang menjadi halaman
bagi rumah penduduk di sekitaran sungai, sehingga budaya membuang sampah
menjadi terkikis dengan sendirinya. Mungkin kondisi ini bisa menjadi pemikiran
Pemda Kota Bandar Lampung. Membuat peraturan daerah agar setiap rumah yang
dekat dengan sungai menjadi menghadap ke sungai, tidak sebaliknya yang terjadi
saat ini. Dengan sendirinya budaya malu akan mengikis perilaku buang sampah dan
menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir akan berubah. Meskipun tidak
mudah, dan butuh dukungan banyak pihak yang komitmen dan fokus pada persoalan
sanitasi aman tanggungjawab bersama.
Bagikan
Sungai Bersih Tanggung Jawab Bersama
4/
5
Oleh
slumuth.com
1 komentar:
Tulis komentarThe Central Limit Theorem makes it possible to make inferences with very little information about the population, provided we now have a big random pattern. That is why it is central to the field of statistical inference. The reason why the bell shape appears in such settings is a remarkable 메리트카지노 results of probability principle called the Central Limit Theorem. The imply delay was about 16.6 minutes and the SD was about 39.5 minutes.
Reply