![]() |
Cara Slumuth Family Mengolah sampah di Rumah |
Saya ingat sekali, di Bulan Oktober tahun lalu mengikuti
workshop bertema sanitasi di sebuah hotel di Bandar Lampung. Acara yang
dilaksanakan selama dua hari tersebut membuat kami terbelalak akan kondisi
sanitasi yang masih memprihatinkan di Kota Bandar Lampung ini.
Hari kedua, kami diberi tugas untuk mengulik kondisi sanitasi
di sekitar Pasir Gintung. Mulai dari pasar Pasir Gintung, dan juga pemukiman
yang padat penduduk kami sambangi bersama. Kebetulan saya bersama istri mencari
info disana. Banyak sampah berserakan, membuang sampah di sungai dengan
seenaknya. Ini baru disekitar sungai saja.
Diakui ataupun tidak permasalahan sampah ini masih menjadi
pekerjaan rumah hingga sekarang. Sampah yang diproduksi oleh rumah tangga,
kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sepertinya hanya menumpuk tanpa
dilakukan pengolahan lebih lanjut. Sementara peraturan daerah belum mendukung.
Sampah yang dihasilkan berupa sampah rumah tangga, plastik dan sampah kaca. Saya
salut dengan pemerintah daerah di Provinsi Bali yang menelurkan perda tentang
larangan penggunaan sedotan plastik di semua restoran. Dan harus menggantinya
dengan sedotan berbahan bambu atau stainlesstel. Semoga ini bisa di contoh oleh
kota Bandar Lampung. Kota dimana saya tinggal sekarang.
Berawal dari permasalahan tersebut, tepatnya mulai pertengahan
tahun 2018 kami di Slumuth Family mencoba belajar hidup dengan mengurangi
jumlah sampah di rumah.
Apa Saja yang Sudah
Kami Lakukan?
Memilah Sampah.
Memilah sampah sebetulnya sudah kami lalukan sejak satu tahun
lalu. Yang kami pilah baru sampah rumah tangga dan anorganik (plastik, sampah
kertas, botol kaca). Sampah kertas biasanya kami berikan kepada tukang rongsok
yang sering lewat di depan rumah. Untuk sampah plastik awalnya diangkut oleh
tukang sampah yang lewat di depan rumah. Namun mulai pertengahan tahun 2018
sampah plastik sudah mulai kami kelola sendiri menjadi ecobrick. Sebetulnya
ketika kami memilah sampah sekalipun tukang sampah yang lewat mencampurkannya
dengan sampah-sampah dari warga lain. Yach sia-sia rasanya.
menurut para pakar pengelolaan sampah, Kunci sukses dari
pengolahan sampah ini adalah berawal dari pemilahan sampah dari rumah, kantor,
atau restoran. Karena kalau sudah dipisahkan maka memudahkan pengelolaan
selanjutnya. Hanya saja masyarakat masih enggan untuk melakukannya. Padahal
menjaga bumi agar tetap bersih adalah tanggung jawab kita bersama.
Membuat Ecobrick
Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa sampah plastik dirumah
kami dikelola menjadi ecobrick. Ecobrick adalah sampah plastik yang telah
dipotong-potong dan dimasukkan kedalam botol yang kemudian dipadatkan hingga
memenuhi standar ecobrick yang dipersyaratkan yaitu beratnya minimal 1/3 x
volume botol. Kami menggunakan botol ukuran 600 ml, berarti minimal berat
ecobrick adalah 200 gram. Dalam jangka panjang ecobrick yang kami buat ini rencananya
akan dijadikan pagar di depan rumah. Semoga saja kami konsisten menyelesaikan
hingga selesai.
Katakan No Plastik Pada Pedagang di Pasar tradisional
Selain dibuat ecobrick, cara kami meminimalisai penggunakan
plastik adalah mengatakan tidak pada pedagang pasar. Istri saya juga konsen
terhadap sampah plastik ini. Kemasan plastik kami substitusi dengan wadah
khusus dari kain. Wadah ini dibuat sendiri dari jilbab istri saya yang sudah
tidak dipakai. Dijahit sendiri. Menjadi menarik sekali ketika kami belanja di
pasar Way Halim dengan menggunakan wadah ini. Semua pedagang rata-rata
meresponnya dengan positif. Kalau semua pembeli pakai wadah kayak gini saya enggak perlu beli plastik katanya. Jadi lebih hemat. Bahkan saat
saya mewawancarai setiap pedagang di Pasar Way Halim harus mengeluarkan sekitar
300 ribu untuk membeli plastik ini. Dan di pasar Way Halim terdapat 400
pedagang. Jika diakumulasikan biaya membeli plastik yang dapat dihemat sekitar
12 juta. belum lagi dengan pasar lain di
Kota Tapis Berseri ini. angka yang tidak sedikit bukan. Namun kami masih belum
bisa hingga nol persen plastik karena
ketika belanja deterjen cair yag refill pasti menggunakan plastik.
Sampah rumah tangga
sebagai sumber kompos dengan keranjang takakura
Istri saya hobi memasak dan saat ini sedang mengembangkan jam
terbangnya dengan menjadi ketua komunitas rumah belajar boga. memasak merupakan
serangkaian kegiatan . bahan baku dari petani digunakan untuk menghasilkan
kualitas masakan yang menyehatkan tubuh. saya jadi teringat daejunggeum yang
mengatakan kesehatan kita bergantung apa yang telah kita makan. nah by product
dari makanan kita adalah sampah rumah tangga yang jumlahnya tidak sedikit.
awalnya sampah berupa kulit bawang, irisan sayur yang tidak dipakai dan nasi
basi kami buang begitu saja. namun saat ini kami mencoba riset mengolah limbah
rumah tangga ini dengan membuatnya menjadi kompos dengan metode keranjang
takakura. keranjang takakura adalah sistem pengomposan yang ditemukan oleh mr
takakura dari jepang. semoga riset yang baru dimulai ini berhasil. saya akan
menularkannya ke komunitas jika memang komposnya berhasil.
![]() |
Keranjang Takakura |
Gerakan sampah tidak
bisa dilakukan secara sendiri harus berkomunitas dan secara komunal.
Yang sedang kami mulai ini sepertinya tidak akan berhasil
jika hanya satu rumah yang mencoba untuk bertanggungjawab dengan alam. harus
ada yang menggerakkan, didukung dengan peraturan daerah yang mendukung akan
mengurangi sampah. saya salut dengan pemerintah daerah bali yang sudah melarang
restoran menggunakan pipet juga pemerintah kabutapan malang. semoga saja
pemerintah Bandar Lampung mengikuti contoh daerah lain. saya sedih ketika kota Bandar
Lampung ini baru saja di nobatkan sebagai kota terkotor nomor 2 di Indonesia.
saya berharap apa yang kami lakukan konsisten. tidak ada sampah dalam rumah
sebenarnya hal yang mustahil. tetapi mencoba untuk meminimalisasi sampah yang
ada sepertinya masuk akal dan bijaksana.
Roadmap Rumah kami
sesuai dengan tagline keluarga kami. berbagi dan
menginspirasi. dengan berbagi hati menjadi bahagia dengan meninspirasi hati
hidup menjadi lebih bermakna. di keluarga ini kami mencoba membuatkan roadmap
dalam hidup yang minim sampah. dalam 3 tahun kedepan timelineny akan berubah
menjadi rumah bukan hanya bebas sampah tapi juga bebas dari racun. mungkin
terdengar aneh. tapi kami akan melakukannya. semoga komitmen dan konsistensi
hingga akhir. jadi bagaimana dengan sampah dirumah kamu?
Bagikan
Cara Slumuth Family Mengolah sampah di Rumah
4/
5
Oleh
slumuth.com
7 komentar
Tulis komentarMisi keluarga om slumuth keren ya,,berbagi dan menginspirasi.. semoga keluarga kecil kami juga bisa mencontoh nya.
ReplyUntuk sementara ini saya masih bertahan dengan ecobrick dan no plastik ketika belanja. Enaknya kalo suami-istri bisa kompak ya, sayangnya suami saya orangnya 'gak mau repot' 😄. Penasaran deh sama teknik keranjang takakura itu. Mudah-mudahan makin banyak orang yang tergerak hatinya untuk lebih peduli lingkungan. Minimal gak buang sampah sembarangan deh.
ReplyMantap nih langsung action di rumah.. semoga lebih banyak menginspirasi orang agar mengurangi sampah plasti ya Bang..
ReplyKeren ya sudah memulainya mengelola sampah dari rumah. Kami masih memisahkan antara sampah an organik dan organik. Senang bisa baca artikel ini nambah ilmu baru
ReplyKepo ih sama keranjang takakuranya. Keren konsep dan kompaknya untuk hidup sehat yang menular, bukan hanya untuk keluarga sendiri tapi berbagi pengetahuan tentang sadar sehat dan lingkungan ke sekitar.
ReplyGerakan bagus kalau sendiri memang sangat melelahkan, butuh semangat menularkan dan sabar menanti respon. Nsmun, yg pertama mrmang konsistensi diri sendiri dilu
ReplyMari mulai dari rumah kita dan siap tularkan juga kepada orang lain. Semoga terus komitmen dan konsisten menuju rumah minim sampah setahap demi setahap. Semangat ya mas..keren.
Reply